Siti Nurbaya: Pembangunan Besar-besaran Era Jokowi Tidak Boleh Berhenti Atas Nama Deforestasi

5 November 2021, 00:12 WIB
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya mengungkapkan pembangunan besar-besaran di era Presiden Jokowi tidak boleh dihentikan atas nama zero deforestasi /Moh Badar Risqullah/Lingkar Madura

LINGKAR MADURA – Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar menyebutkan perlu ada pemahaman lebih detail terkait Forestry and Other Land Use (FoLU) Net Sink pada 2030 bahwa jangan diartikan sebagai zero deforestation atau nol deforestasi.

Dia menjelaskan, melalui agenda FoLU Net Carbon Sink 2030, Indonesia telah berkomitmen dalam mengendalikan emisi dari sektor kehutanan dan penggunaan lahan, sehingga terjadi netralitas karbon di sektor kehutanan, diantaranya berkaitan dengan deforestasi, pada tahun 2030.

Bahkan, kata Siti Nurbaya, pada tahun tersebut dan seterusnya bisa jadi negatif, atau terjadi penyerapan/penyimpanan karbon sektor kehutanan.

Baca Juga: Jay Subyakto Dorong Pemerintah Menyiapkan Konsep Konser Musik di Alam Terbuka

Oleh karena itu, dia mengatakan pembangunan secara besar-besaran yang sedang berlangsung di era Presiden Jokowi tidak boleh berhenti atas nama emisi karbon atau atas nama deforestasi.

Sebab, menghentikan pembangunan menurutnya sama halnya melawan mandat UUD 1945 untuk values and goals establishment yaitu membangun sasaran nasional untuk kesejahteraan rakyat secara sosial dan ekonomi.

Hal itu disampaikan Menteri LHK saat menjadi diundang Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) di Universitas Glasgow pada Selasa, 2 November 2021.

”Kekayaan alam Indonesia termasuk hutan harus dikelola untuk pemanfaatannya menurut kaidah-kaidah berkelanjutan di samping tentu saja harus berkeadilan,” tegasnya dikutip Lingkar Madura dalam rilis resminya, Rabu, 3 November 2021.

Baca Juga: Punya Potensi Besar, Indonesia-Amerika Sepakat Tingkatkan Kerjasama di Tiga Hal Ini, Apa Saja?

Lebih lanjut, Siti Nurbaya menyebutkan juga menolak penggunaan terminologi atau pengertian deforestasi yang tidak sesuai dengan kondisi yang ada di Indonesia.

Sebab, terminologi deforestasi antara Indonesia dan negara Eropa berbeda. Dia mencontohkan, bagi negara Eropa, menebang pohon di belakang rumah bagi negara Eropa mungkin sudah masuk dalam kategori dan dinilai sebagai deforestasi.

Namun, hal tersebut menurutnya akan berbeda dengan kondisi Indonesia. Sehingga, ia mengajak semua pihak untuk berhati-hati memahami deforestasi dan tidak membandingkannya dengan terminologi deforestasi negara lain.

”Ini tentu berbeda dengan kondisi di Indonesia. Karena, ada persoalan cara hidup dan gaya hidup,” ungkapnya.

Baca Juga: Tidak Ada Kemajuan Konkret, Indonesia Akhiri Kerja Sama REDD+ dengan Norwegia

Siti Nurbaya mencontohkan tentang definisi rumah huni menurut masyarakat Indonesia dengan halaman rumah dan sebagainya yang berbeda dengan konsep rumah huni menurut kondisi di Eropa, Afrika, dan lainnya.

”Jadi, harus ada compatibility dalam hal metodologi bila akan dilakukan penilaian. Makanya, pada konteks seperti ini jangan bicara sumir dan harus lebih detail. Bila perlu harus sangat rinci,” kata dia.

Menteri LHK juga lantas memberikan gambaran tentang tingkat kemajuan pembangunan suatu negara. Beberapa negara maju dikatakan sudah selesai membangun sejak tahun 1979-an.

Selebihnya, kata dia, mereka yang tinggal menikmati hasil pembangunan. Artinya, sampai dengan sekarang sudah lebih dari 70 tahun untuk masuk ke tahun 2050 saat mereka sebut net zero emission.

Baca Juga: MEF 2021, Presiden Jokowi Ungkap Komitmen Indonesia Hadapi Situasi Darurat Energi dan Iklim

”Bagaimana Indonesia? Apakah betul kita sudah berada di puncak pembangunan nasional? Memaksa Indonesia untuk zero deforestation di 2030, jelas tidak tepat dan tidak adil. Karena setiap negara memiliki masalah-masalah kunci sendiri dan dinaungi Undang-Undang Dasar untuk melindungi rakyatnya,” tegasnya.

Dia juga mencontohkan kasus di Kalimantan dan Sumatera yang banyak jalan terputus karena harus melewati kawasan hutan. Sementara, ada lebih dari 34 ribu desa berada di kawasan hutan dan sekitarnya.

”Kalau konsepnya tidak ada deforestasi, berarti tidak boleh ada jalan, lalu bagaimana dengan masyarakatnya, apakah mereka harus terisolasi? Sementara negara harus benar-benar hadir di tengah rakyatnya,” jelasnya.

Terlepas dari itu, dengan target penurunan emisi 29 persen dengan usaha sendiri, dan 41 persen dengan bantuan internasional, Indonesia menurutnya terus berusaha memenuhi target tersebut secara rinci, terukur, dan mengerjakannya secara konsisten.

Baca Juga: Parah! Sampah Celana Dalam Berserakan Mengotori Kawasan Gunung Sanggabuana Karawang

Oleh sebab itu, ia mengatakan lagi bahwa tidak bisa membandingkan upaya Indonesia dengan negara lain, apalagi jika hanya berpatokan pada angka-angka di atas kertas.

Siti Nurbaya pun mencontohkan target Indonesia terhadap penurunan emisi yaitu 41 persen. Artinya, Indonesia menurutnya akan mengurangi emisi sekitar 1,1 giga ton.

Sementara, mengambil contoh Inggris, dia mengatakan bahwa pengurangan emisinya 200-an juta saja, namun bunyinya 50 persen.

”Jadi faktor angka absolut ini yang harus dipahami. Arahan Bapak Presiden kepada saya sangat jelas, kita menjanjikan yang bisa kita kerjakan, tidak boleh hanya retorika, karena kita bertanggung jawab pada masyarakat sebagaimana dijamin dalam UUD 1945,” terangnya.

Baca Juga: Pendakian Gunung Arjuno-Welirang Ditutup Kembali

Terlepas dari itu, Menteri LHK membanggakan bahwa strategi yang dimiliki Indonesia, belum tentu dimiliki negara lain. Indonesia menurutnya sedang terus menerus memperbaiki sumber daya alamnya dengan langkah-langkah yang terukur.

”Kita tidak akan menjanjikan apa yang tidak bisa kita kerjakan. Mengurangi emisi GRK sudah sesuai dengan amanat UUD 1945,” ujarnya.

Meski demikian, dia menyampaikan bahwa untuk mencapai target tersebut perlu keterlibatan semua pihak. Salah satunya peran generasi muda di tengah berkembangnya demokratisasi di Indonesia.

”Tentu saja saya mengajak kita semua (khususnya generasi muda Indonesia), untuk tidak lelah mencintai Indonesia kita,” tuturnya.***

Editor: Moh Badar Risqullah

Tags

Terkini

Terpopuler